Suasana perpustakaan sekolah yang sepi, sunyi, damai, dan nyaman.
Seperti perasaanku saat ini yang damai dan nyaman apabila ku berada disamping Lyra.
Ya dia adalah temen dekatku atau bisa dibilang sahabatku. Menurutku sih dia
enggak terlalu ganteng, kece, ataupun cool, dia sangatlah sederhana dan dengan
sederhana pula ia dapat memikat hatiku. Kami selalu bersama dalam suka ataupun
duka dan banyak teman kami yang bilang jika kami pacaran. Kuharap juga begitu
akan tetapi kami memang sebatas hanya bersahabat saja.
“Rin, nanti kita
pulang bareng lagi kan?” Tanya Lyra. “Sopasti lah bro” Jawabku. “Kalo gitu
entar tak ajak ke toko roti dulu ya, mau beli roti buat seseorang” ajak Lyra.
“Ehmehm buat siapa itu? Disini ga dikasih tau yee” jawabku sambil menggoda. “Kepo lu. Tugasmu
itu hanya nemeni aku aja.” Saut Lyra. “Oke lah oke” jawabku menyerah.
‘Kita’ ya ia biasa mengucapkan kata itu untuk
menyebut antaraku dan dia. Kata itu juga yang membuatku merasa jika aku dan dia
ada hubungan yang dekat. Tapi mungkin baginya itu tak berarti apapun juga. Aku
juga ga mengerti. Dia itu ga peka? Pura-pura ga peka? Ga peduli? Atau ga urus
sih soal perasaanku ini? Masak iya dia ga nyadar-nyadar kalo aku selalu
perhatian, memandanginya dan memberi kode lain untuknya tetapi dia hanya
menganggap itu sebatas persahabatan saja? Oh God, I don’t know..
Oh ya tadi dia bilang mau beli roti
buat seseorang, aku kan 3 hari lagi ulangtahun. Mungkinkah seseorang yang
dimaksud dia itu adalah diriku? Duh kan aku mulai berkhayal lagi. Udah udah
berhenti berkhayal sebelum jatuh nanti sakit banget lho :’)
“Eh enaknya mau beli roti yang mana
ya?” tanya Lyra saat memilih-milih roti. “Terserah kamu aja Lyr, kan aku gatau
selera seseorang yang kamu maksud itu” jawabku sambil berharap. “Masak kamu
gatau sih? Ah ya udah lah yang ini saja” tunjuk Lyra kesalah satu roti
berbentuk hati dengan warna merah muda yang dihiasi bunga berwarna merah di
sekelilingnya.
Sesampainya
dirumah aku terus berpikir tentang seseorang yang dia maksud, dan tadi ia
bilang bahwa sepertinya terkesan aku pasti tau semua hal tentang seseorang itu.
Lamunanku buyar ketika aku mendengar suara handphoneku berdering.
“Hallo..” “Oh Mira ada apa?” “Oh hanya
itu, kalo begitu aku boleh cerita ga?” “Oke, kamu tau ga aku tadi ke toko roti
sama Lyra, dia bilang mau ngasih roti itu buat seseorang yang sepertinya
special buatnya, kira-kira siapa ya orang itu?” “Hahaha, aku berharap juga
begitu, tapi kau tahukan dia hanya menganggap kami bersahabat” “Aku gapapa sih
sebenarnya, aku akan terus berjuang kok” “Makasih Mira” “Bye...”
Ternyata yang menelpon adalah Miranda.
Ia adalah teman dan sekaligus tetanggaku kami berteman sejak aku masih berumur
5 tahun, dan sekarang aku berumur 16 tahun. Ya sudah 10 tahun lebih kami lewati
bersama. Ia teman satu TK, satu SD dan satu SMA denganku, ya walaupun kelas
kami berbeda tetapi kami tetap menjaga komunikasi. Ya bisa dibilang aku dan
Mira bersahabat dekat, lebih dekat dibanding aku dan Lyra. Ia bisa dibilang
adalah teman curhatku juga, karena aku selalu menceritakan hal yang menarik
kepadanya dan aku juga percaya terhadapnya.
Setelah aku bertelepon dengan Mira aku
menekan beberapa angka. Aku berencana menelpon Lyra. Dan saat aku menekan
tombol hijau yang berarti akan menelponnya terdengar suara “maaf nomor yang ada
tuju sedang sibuk cobalah beberapa saat lagi.” Duh dia lagi telepon dengan
siapa ya? Jangan-jangan seseorang yang dia maksud itu?
Mulai ada perasaan cemburu ketika
memikirkan hal itu, salah ga sih jika aku jealous? Mungkin sih emang salah, dia
hanya sahabatku bukan pacar ataupun gebetannya. Tapi kenapa aku tak bisa
menghentikan rasa cemburu ini? Apakah naksir sama sahabat sendiri itu salah?
Dosa? Buat sakit hati mulu? Menurutku sih ga salah dan ga dosa, tapi emang buat
sakit hati mulu itu baru bener.
Sambil melamun aku menuliskan
perasaanku kedalam secarik kertas..
Oh Dear...
Sudah entah berapa tahun
aku memendam perasaan ini
Sudah entah berapa lama
aku ada disisimu
Sudah entah berapa waktu
yang kita habiskan bersama
Tapi apakah perasaanmu
masih sama?
Kalau kau tanya tentang
perasaanku, akan kujawab
Ya, perasaanku memang
masih sama seperti dulu
Perasaan cinta yang
sejak dulu masih terpendam didalam hati
Perasaan yang tak mau
hilang meski dimakan oleh waktu
Tak kan tergantikan oleh
siapapun dan apapun
Tapi bagaimana denganmu?
Apakah aku hanyalah
seorang ‘sahabat’mu saja?
Tak bisakah sayang
sebagai sahabat tergantikan oleh cinta sebagai kekasih?
Oh Dear..
Setelah selesai dengan tulisanku, aku
memutuskan untuk tidur siang. Tetapi ketika aku akan memejamkan mata. Tiba-tiba
terdengar ketukan pintu. Segera aku membukanya dan ternyata yang datang adalah
Lyra. Aku terkejut tetapi aku berusaha untuk tetap tenang ketika melihatnya.
“Eh Lyra tumben kesini? Ada perlu
apa?” tanyaku heran. “Mmm, eh Rin si Miranda ada dirumahnya ga?” tanya Lyra
yang membuatku lebih heran lagi. “Kenapa kamu tiba-tiba tanya soal Mira?” “Eh
eh gapapa kok, eh btw aku ga diijinin masuk ni?” jawab Lyra yang tiba-tiba
mengalihkan pembicaraan. “Eh iya silahkan masuk, eh entar ya aku mau buat minum
dulu sekalian ngambil makanan di dapur”
Ketika aku di dapur aku membuat
minuman sambil melamun dan ada perasaan sakit hati. Aku tak habis pikir, dia ke
rumahku dan hal yang ia tanyakan pertama adalah Mira? Dan itu adalah pertanyaan
konyol, kalau dia tanya soal Mira kenapa dia ga langsung aja kerumah Mira?
Setelah selesai membuat minuman aku langsung menuju ruang tamu.
Tapi ketika aku menuju ruang tamu kulihat Lyra sedang menelpon seseorang.
Kukurungkan niat untuk langsung ke ruang tamu dan kuputuskan untuk mengintip
dan mendengarkan pembicaraan Lyra di telpon.
“Besok aku ajak kamu makan-makan ya,
sekalian ngerayain ultah kamu” “Kenapa ga bisa?” “Yah sayang deh, ya udah lah
lain kali aja deh makan-makannya” “Gapapa kok, ya udah ya bye, see you
tomorrow”
Ketika pembicaraannya
dengan telpon sudah selesai barulah aku ke ruang tamu. Dan aku langsung bertanya
padanya. “Eh tadi lagi telpon siapa?” tanyaku “Itu tuh yang besok ulang tahun”
jawab Lyra enteng “Besok?? Bukannya masih...” jawabku ceplas-ceplos dan hampir
saja kelewat untung bisa aku kendalikan. “Iya besok kok” “Oh” “Ya” Setelah itu
kami hening sejenak hingga Lyra mengatakan. “Makanan dan minuman cuma buat
pajangan aja nih?” “Oh ya silahkan” Aku hanya menjawab singkat dan masih hanyut
dalam pikiranku soal hal barusan. Aku masih bertanya-tanya siapa orang yang dia
maksud? Ulang tahunku masih 3 hari lagi dan tadi ia mengatakan bahwa orang itu
berulang tahun besok artinya kue yang dia beli itu bukan untukku.
“Eh Rin, aku pulang
dulu ya, udah mau maghrib juga ni.” Kata Lyra tiba-tiba “Eh iya, ati-ati ya
dijalan” “Sip Rin”
Aku langsung menuju kamar dan
mengambil lagi selembar kertas. Dan kutuliskan diatasnya :
Oh Dear...
Aku tahu
perasaanku ini salah
Aku tahu
bahwa aku memilih orang yang benar tetapi mengambil jalan yang salah
Aku tak
ingin merasakan hal seperti ini terus
Aku selalu
berada didekatnya tetapi baginya aku selalu jauh
Aku tak
pernah dianggap sebagai ‘someone special’ baginya
Oh Dear...
Orang itu
yang ia telpon tadi mungkinkah?
Mungkinkah
yang ia sebut sebagai ‘seseorang’ itu?
Aku sakit
sangat lah sakit
Bukan
sakit fisik tapi sakit hati
Yang mungkin
obatnya hanyalah dia
Tapi kurasa
tak mungkin ia bisa mengobatiku saat ini
Saat ini
berada didekatnya justru membuatku tambah sakit
Oh Dear...
Haruskah
aku pergi jauh darinya?
Haruskah
aku menghilangkan perasaan ini?
Haruskah
aku mulai menerima dia hanya sebatas sahabatku saja?
Ya benar
itu harus
Mungkin
aku tak perlu pergi darinya, tetapi aku hanya harus menghilangkan perasaan ini
Itu
mungkin akan membuat hati ini terasa lebih baik
Ya, aku
harus mulai dari sekarang
Oh Dear...
Setelah aku menulis kata hatiku aku segera tidur agar pikiranku
menjadi segar kembali. Tetapi aku seketika teringat bahwa ia ternyata membeli
kue untuk orang yang berulang tahun besok. Dan yang pasti itu bukan aku. Aku
jadi penasaran siapa orang yang ia maksud itu. Dan mungkin aku akan tahu
jawabannya besok.
Sekitar pukul 05.00 aku telah terbangun dan memulai ritual pagi
yaitu : mandi, makan, menyiapkan buku pelajaran, bersih-bersih kamar, hingga
akhirnya berangkat kesekolah sekitar pukul 06.20.
Sesampainya disekolah ternyata baru pukul 06.40 tetapi sudah
terdengar ramai sekali di kelas X IPA 4 sebelah kelasku. Aku pun segera menuju
kesana dan ternyata ada Lyra membawa roti ulang tahun yang ia beli bersamaku
kemarin ia menuju ke kelas itu. Aku pun segera mengikuti dibelakangnya.
Suasana dikelas pun tak kalah ramai dengan suasana di luar kelas.
Ada banyak murid yang menyayikan lagu Happy Birthday dan aku lihat Lyra menuju
kursi ke 2 baris ke 3 segera aku melihat siapa yang ia tuju. Dan aku masih tak
percaya dengan yang kulihat. Ternyata Lyra menuju ke arah Miranda. Dan aku baru
ingat kalau Mira berulang tahun hari ini. Aku segera maju mendekati Mira dan
mengucapkan ‘Selamat ulang tahun ya Mir dan selamat juga atas kejutan dari
Lyra. Aku tak menyangka itu.’
Setelah itu aku segera menuju kamar mandi dan tak kusangka aku
meneteskan air mata dan air mata itu menjadi semakin deras. Aku terisak-isak,
aku benar-benar tak menyangka bahwa orang yang Lyra maksud adalah sahabatku
sendiri ‘Miranda’. Tiba-tiba terdengar ketukan dari luar pintu kamar mandi.
“Rin, tolong rin denger penjelasan aku dulu. Aku juga gatau kalau
kue itu ternyata buat aku Rin. Aku juga ga ada maksud apa-apa sama Lyra kok
Rin. Please Rin percaya sama aku, aku sama sekali ga ada perasaan apa-apa sama
dia. Rin ayolah rin keluar.” Jelas Mira
“Udah cukup segitu aja penjelasannya?” tanyaku “Rin, maafin aku ya
rin, aku bener-bener ga ada maksud buat nyakitin hati kamu” lanjut Mira. Aku
pun tersenyum dan menyeka air mataku yang tersisa “Miranda sahabatku yang
terbaik. Kamu ga perlu minta maaf kok, kamu sama sekali ga salah. Aku aja yang
berkhayal terlalu tinggi. Ya, mungkin emang Lyra bukan buat aku. Dan tenang,
aku percaya kok sama kamu Mir.” Mira pun langsung memelukku dan kami tersenyum
sambil terisak-isak.
Aku udah berjanji pada diriku sendiri untuk melupakan perasaanku
dengan Lyra. Dan ini adalah ujian pertamaku untuk menepati janji itu. Dan aku
bisa melewatinya. Mulai saat ini aku akan menganggap Lyra hanya sebatas
sahabatku saja. Dan yang harus diketahui adalah masalah seperti ini aja ga akan
membuat persahabatanku yang aku sudah bangun lebih dari 10 tahun dengan Miranda
hancur begitu saja.